Sorong Selatan Resmi Akui Masyarakat Adat dan Wilayah Adat

Bagikan berita ini

Setelah tiga tahun menginginkan hak atas pengelolaan hutan secara mandiri dan lestari, masyarakat adat di Distrik Konda akhirnya mendapatkan pengakuan atas wilayah adat mereka seluas lebih dari 40ribu hektare.

SORONG SELATAN,Honaipapua.com, -6 JUNI 2024 Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya, resmi mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Bupati tentang Pengakuan, Perlindungan dan Penghormatan Masyarakat Hukum Adat dan Wilayah Adat kepada empat sub-suku yang bernaung di wilayah Distrik Konda, Sorong Selatan, hari ini.

Bupati Sorong Selatan Samsudin Anggiluli dalam sambutan, yang diwakili Sekretaris Daerah Dance Nauw, memberikan SK tersebut secara langsung kepada perwakilan masyarakat adat di distrik Konda yang terdiri dari sub-suku Gemna dengan wilayah adat tiga keret (Orot, Tanogo & Segeit) seluas 4.960,828 hektare; sub-suku Nakna dengan wilayah adat seluas 4.674,579 hektare; sub-suku Yaben seluas 27.399,432 hektare; dan juga sub-suku Afsya seluas 3.307,717 hektare.

Masyarakat hukum adat memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kelestarian alam dan budaya lokal. Mereka adalah penjaga hutan, sungai, dan lingkungan yang selama ini menjadi sumber kehidupan. Pengakuan ini adalah bentuk penghormatan atas segala usaha dan kearifan lokal yang telah dijaga dan dilestarikan secara turun temurun Dance saat membuka acara penyerahan SK Bupati untuk Masyarakat Hukum Adat Sorong Selatan.

Dia menambahkan, pengakuan melalui SK ini menunjukkan kepada masyarakat dan pemerintah pusat bahwa komitmen untuk melindungi lingkungan serta memastikan martabat dan kesejahteraan masyarakat adat telah berjalan beriringan. Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan pun berharap, dengan adanya pengakuan ini, semangat gotong royong dan kebersamaan dalam mengelola wilayah adat demi kesejahteraan bersama akan semakin terjalin dengan lebih kuat. SK ini adalah bentuk pengakuan atas hak masyarakat hukum adat dalam menjaga, melindungi, dan mengelola segala kekayaan alam yang ada di wilayahnya, secara lestari. Saya berharap agar pemerintah, masyarakat adat, dan para mitra pembangunan, tetap semangat dan konsisten dalam bekerja untuk membantu menguatkan masyarakat adat di Kabupaten Sorong Selatan, dalam mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang lestari di kabupaten ini Dance.

Pengesahan wilayah hutan adat di Distrik Konda dengan total luasan mencapai 40.282,556 hektare yang diserahkan kepada dua suku besar yaitu Tehit dan Yaben didapati masyarakat adat setempat melalui pendampingan Konservasi Indonesia (KI). Dalam acara ini, SK juga diberikan untuk masyarakat hukum adat Knasaimos, dengan wilayah adat seluas 97.441 hektere di distrik Saifi dan Seremuk, yang selama ini didampingi LSM Greenpeace Indonesia dan Bentara Papua.

Proses pengesahan masyarakat hutan adat Konda sendiri dimulai pada tiga tahun lalu. Sejak Juni 2021, KI duduk bersama dengan masyarakat adat di Distrik Konda untuk bersama-sama mengurai konflik agraria yang ada, sambil menguatkan komitmen bersama untuk kelestarian hutan. Papua Program Director Konservasi Indonesia, Roberth Mandosir, menyebut pemetaan tidak hanya untuk pengakuan, perlindungan, dan penghormatan, namun juga memiliki peran besar untuk generasi selanjutnya dari masing-masing sub-suku yang berdiam di Konda.

“Sebagai mitra pembangunan, kami menyadari peran penting masyarakat adat dalam mengelola sumber daya alam yang berkelanjutan. Karenanya, kami mengajak masyarakat Distrik Konda untuk bersama-sama memetakan kawasan hutan yang sudah menjadi sumber penghidupan mereka secara turun-temurun. Pemetaan partisipatif, yang menjadi strategi kami, tidak hanya untuk membantu masyarakat mengetahui batas dan lokasi penting wilayah adat mereka. Namun, cara ini juga dibuat untuk mendorong generasi muda untuk memahami pentingnya menjaga kelestarian hutan,” beber Roberth Mandosir.

Kata Nikolas Mondar bahwa perwakilan dari masyarakat sub-suku Nakna yang hadir dalam kegiatan hari ini mengaku sangat bersyukur dengan dikeluarkannya SK Bupati untuk Distrik Konda. “Kami sebagai masyarakat adat di Konda berterima kasih kepada pemerintah yang sudah berupaya menerbitkan SK ini. Kami juga berterima kasih pada Konservasi Indonesia yang sudah mendampingi kami untuk mengenal potensi-potensi kami dari hutan adat,” kata dia.

Lanjut Nikolas, masyarakat di wilayahnya memang secara leluhur sudah mengerti bahwa hutan adat adalah Ibu Kandung yang memberikan sumber penghidupan bagi mereka. Namun ketika muncul kendala yang timbul terkait hutan, keterlibatan LSM seperti KI dirasa sangat membantu untuk memahami pengelolaan hutan adat dengan lebih baik.

“Harapan kami selanjutnya adalah semacam kesatuan pemikiran pemerintah di daerah dan pusat menyangkut wilayah itu. Dari sisi pemberdayaan selanjutnya kami berharap pada pemerintah daerah dan KI dalam pendampingan, untuk bisa terus membantu kami dengan program-program yang sesuai dengan potensi-potensi di wilayah kami yang dapat meningkatkan ekonomi rakyat,” harap Nikolas.

Conservation Planning Manager Konservasi Indonesia, Adi Mahardika, yang turut mendampingi langsung masyarakat Konda, menuturkan proses pendampingan untuk mendapatkan hak masyarakat adat Konda atas hutan mereka dimulai dengan menggelar diskusi-diskusi. Dia menyebut, pembahasan terjadi mulai dari balai kampung, dapur rumah tokoh masyarakat, hingga gereja. Film-film bertemakan konservasi pun diputar dan ditonton bersama untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam.

“Hingga pada awal tahun 2022, masyarakat sepakat bahwa tidak ada jalan lain untuk memperjuangkan hak mereka atas hutannya selain melalui jalur resmi yang ada. Untuk itu, terlebih dulu keberadaan meraka dan wilayah adatnya harus mendapat pengakuan dan perlindungan resmi. Pada 10 Mei 2022, kami mendampingi masyarakat Konda untuk menyampaikan keinginan mereka akan hak pengelolaan hutan secara mandiri dan lestari, ke hadapan Bupati Sorong Selatan dan pemangku kepentingan lainnya. Mereka juga melakukan sumpah adat di hadapan leluhur, yang dipercaya mendiami hutan, bahwa mereka akan melestarikan alam yang dititipkan kepada mereka untuk anak cucu. Kami bersama masyarakat menyebutnya sebagai Deklarasi Konda,” tambah Adi. (***)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Ke atas