Sorong,Honaipapua.com, -Ketua Kordinator Devisi Hukum dan Hak Asasi Manusia Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Papua Optimis (LBH GERIMIS), Kota Sorong, Provinsi Papua Barat/ Daya, Benyamin B Warikar, S.H menyampaikan bahwa terkait rencana kunjungan Kerja Wakil Presiden Republik Indonesia ke Kota Sorong Provinsi Papua barat daya dalam beberapa waktu dekat ini. Ia menilai bahwa dengan adanya kunjungan tersebut, membuat pemerintah kota Sorong provinsi Papua Barat Daya, yaitu, PJ Gubernur maupun PJ Walikota kembali mengulangi dan mempraktekan tradisi Buruk yang sangat tidak edukatif dan konstruktif dalam masa kepemimpinan mereka berdua saat ini sebagai pejabat publik.
” Pokoknya karakter pembangunan mereka berdua itu tidak beda-beda jauh dari pemimpin-pemimpin sebelumnya yang terkesan anti perubahan dan kepedulian terhadap masyarakat kecil dalam sektor pembangunan, ” kata Bewa begitu disapa kepada media ini.
Menurut Bewa bahwa setiap kali ada kunjungan-kunjungan resmi saja baru Pemkot dan pemrov mulai sibuk bekerja, nanti kalau kunjungan selesai kemudian tidur lagi.
Salah satu contoh kita bisa melihat langsung dari momen kunjungan Wapres ke kota Sorong, dimana pekerjaan-pekerjaan seperti pengaspalan jalan, tambal sulam jalan berlubang dan tata ruang kota sangat sembarangan atau ‘amburadul’. Dan momen tersebut, hanya seperti ritual semata alias panas-panas tai ayam.
Kata Bewa, berbicara keseriusan pemerintah dalam membangun dan Penataan ruang kota Sorong tercinta ini itu ‘Nol Besar’ karena kalau saja ada keseriusan membangun, mungkin itu hanya sebuah pembohongan terbaik yang dimiliki oleh Pemkot Sorong kepada publik yang di Rekayasa dengan berbagai macam propaganda.
Ia menyoroti pengaspalan jalan dan tambal sulam pada jalan rusak maupun fasilitas umum lain, seperti lampu merah yang tidak terurus. baik untuk jalan provinsi maupun jalan kota tidak sesuai dengan prosedur hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lanjut Bewa bahwa memang kalau kita lihat pekerjaan yang dilakukan oleh Dinas PU-PR, memang ada di kerjakan dan pekerjaan tersebut nampak di akukan. tetapi pada kenyataannya sendiri jalan yang baru di aspal berjalan 1 bulan atau 2 bulan telah kembali rusak dan berlubang-lubang lagi, di tambah dengan perbaikan fasilitas umum lainnya. ” Hal Inilah yang saya katakan bahwa telah terjadi Kerja bakti mendadak yang dilakukan Pemkot Sorong Provinsi Papua Barat Daya yang boleh dikatakan ‘amburadul, dengan keadaan terpaksa, buru-buru dan tidak efisien dan prosedural, “terang Bewa.
” Dan kalau memang stetmen saya ini salah atau tidak berdasar, maka mari kita sama-sama saksikan saja pada hari H, kapan Wakil presiden kita Datang, dan kapan Beliau pulang kembali ke jakarta. Maka saya pastikan disitu akan menjadi sebuah parameter untuk mengukur berapa besar rasa kepedulian dan keseriusan pemerintah Kota Sorong maupun pemerintah Provinsi Papua Barat Daya dalam rangka membangun daerah ini, “kata Bewa.
” Saya menduga bahwa diduga kuat ada terjadi Mark-Up dan praktik penyalahgunaan anggaran dan kewenangan, sehingga bisa memuluskan pinjaman-pinjaman yang diduga fiktif dilakukan seenaknya oleh Pemprov PBD dan Pemkot Sorong, agar bisa dipakai menganggarkan pekerjaan-pekerjaan mendadak ini agar bisa terhindar dari pantauan Wapress dan beberapa kementrian saat terjun melintasi sepanjang jalan provinsi, kota dan kabupaten, “tutur Bewa.
Dan ini bukan hal yang baru terjadi tetapi sudah sering terjadi dan biasa di mainkan oleh orang lama dalam suatu birokrasi yang dalam hal ini pemerintah kota Sorong dan dinas terkait dari periode ke periode sejak masih berstatus wilayah provinsi Papua barat hingga sudah menjadi provinsi baru.
Sudah begitu masalahnya. Toh, ditambah lagi, banyak anggota DPRD kota yang memilih diam tanpa bersuara atau mengevaluasi dan mau mengawasi pihak pemerintah kota Sorong sesuai aturan yang berlaku, “beber Bewa lagi.
” Kalau bersuara untuk meloloskan kepentingan kapitalis/cukong, melancarkan proyek-proyek dan bagi-bagi paket itu paling Number One, ketimbang menyuarakan aspirasi murni masyarakat kota sorong. Itu namanya dewan perwakilan kapitalis dan bukan Dewan perwakilan Rakyat, “tambah Bewa lagi. (***)