Mulai Operasi 2018-2024 PT GAG Nikel Setor Pajak Rp 2,6 Trilyun

Bagikan berita ini

SORONG,Honaipapua.com, -Ruddy Sumual Selaku Sorong Office Manajer PT GAG Nikel menegaskan sejak tahun 2018 beroperasi PT GAG Nikel mulai melakukan penambangan, memproduksi dan menjual nikel sampai dengan tahun 2024. Dimana PT GAG Nikel telah melakukan penyetoran pajak dan non pajak ke negara sebesar Rp 2,655.755.219.119.

Dirincikannya pula pajak penerimaan negara yang dibayarkan PT GAG Nikel, sebesar Rp. 1.673.352.226.214, sedangkan non pajak yang dibayar PT GAG Nikel ke negara sebesar Rp. 982.402.989.905.

” Jika ditotalkan semua dari tahun 2018 sejak operasi sampai tahun 2024 lalu kita sudah bayar kewajiban ke negara sebesar Rp 2,6 Trilyun lebih. Nanti saya kasih table ya, perhitungan pajak penerimaan negara dan non pajak,”  ungkapnya kepada Honaipapua.com saat ditemui di ruang kerjanya Kamis (6/3/2025).

Lebih lanjut Ruddy bahwa ada yang disebut Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)  yang sudah dibayarkan dan harus dibedakan dengan REN. Yang merupakan kontrak karya dari PT GAG Nikel seluas 13 hektare lebih. Akan tetapi semua telah dibayarkan termasuk dengan PNBP.

Selain itu lanjut Ruddy jika menyangkut Royalti,dimana kewajiban PT GAG kepada negara   membayar hasil penjualan dan bukan keuntungan serta harus dibedakan. Menurutnya hasil penjualan dibayarkan  kepada negara dan sesuai dengan UU adalah sebesar 10 persen.

” Royalti dari hasil penjualan kita sudah bayarkan kepada negara  sejak tahun 2018 sampai tahun 2024 yang sudah kita bayarkan sebesar Rp 950 Milyar. Kita setor ke negara melalui Kementrian ESDM,” akunya.

Dibeberkannya juga ijin IPPKH melalui PNBP telah disetor ke Kementrian Lingkungan Hidup. Kemudian PSDR, dimana PT GAG ingin menambang pada kawasan hutan lindung atau melakukan aktivitas penambangan, terlebih dahulu pohon yang ada pada lokasi tersebut. Dilakukan pengukuran mulai dari tinggi, garis tengah, lingkar pohon dilanjutkan perhitungan total kubikasi dan jenis pohon. Kemudian dibayarkan PSDH DR.

” Kita sudah setor ke negara yang mengeluarkan billing BPHP yang berkedudukan di Manokwari Papua Barat lewat Dinas Lingkungan Hidup dan disetor ke Kementrian Lingkungan Hidup. Termasuk sewa perairan kita bayarkan ke KSOP Raja Ampat, termasuk pembayaran air tanah atau pengeboran yang dibayarkan ke Pemkab Raja Ampat,”urainya.

Diuraikannya juga mengenai royalti adalah merupakan PNBP yang disetor ke Kementrian ESDM dari hasil penjualan tambang PT GAG Nikel. Dimana dapat dirincikan, hal ini dikarenakan kapal tongkang ukuran 10.500 metrik ton yang memuat nikel menuju smelter dan sebelum keluar membawa hasil penambangan nikel ke lokasi penjualan terlebih dahulu diwajibkan membayar royalti.

” Kalau tidak bayar, ditangkap kapal tongkang, itu mengetahui kapal tongkang sudah bayar royalti harus dilengkapi dokumen LHVI sebagai bukti penyetoran secara online. Nah, di GAG sana ada lembaga resmi yang ditunjuk pemerintah namanya lembaga surveyor mulai dari Sucofindo,Surveyor Indonesia. Kalau tidak ada dokumen LHVI syahbandar tidak berani mengeluarkan surat ijin berlayar (SIB). Karena LHVI adalah bukti penyetoran royalti ke negara,” tuturnya.

Dibeberkannya juga untuk dana bagi hasil sesuai regulasi dari Kementrian Keuangan. Dimana dari tahun 2018 sampai 2024 penyetoran pajak sebesar Rp 950 Milyar, dengan alokasi 20 persen ditahan pada Kementrian ESDM. Sedangkan 80 persen dialokasikan kepada pemerintah daerah. Setelah dana bagi hasil tersebut diterima pemerintah provinsi, akan berkurang 16 persen dari 80 persen yang diberikan.

” Itu skema pembagian kalau 16 persen sudah diambil provinsi. Sisa 64 persen di bagi dua lagi masing-masing 32 persen dibagikan ke kabupaten dan kota di provinsi tersebut yang bukan daerah penghasil. Sisanya 32 persen dana keuntungan masuk ke kabupaten penghasil dalam hal ini kabupaten Raja Ampat,” terangnya.

Dijelaskan Ruddy pula lebih detail misalkan Provinsi Papua Barat dulu membawahi  13 daerah diantaranya 12 kabupaten dan 1 kota. Namun sekarang telah dimekarkan menjadi Provinsi Papua Barat Daya.

” Sekarang tinggal 5 kabupaten dan 1 kota. Jadi perhitungannya 64 persen dibagikan dua, 5 daerah terima 32 persen. Daerah penghasil terima langsung 32 persen dana bagi hasil secara utuh,” ungkapnya.

Soal berapa besar dana bagi hasil yang diperoleh daerah penghasil. Kata Ruddy.” Itu bukan tugas dari kita .Tapi tugas dari pemerintah yang menyampaikan. Saya hanya menyampaikan sesuai dan aturan prosedur dari pemerintah sesuai kewajiban dari perusahaan,”tambahnya. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Ke atas