Barnabas Sedik : Jadi Anggota Dewan Tidak Cukup Untuk Mensejahterakan Masyarakat Tambrauw

Bagikan berita ini

Tambrauw,Honaipapua.com, -Sejak duduk di bangku kuliah berapa puluh tahun silam, saya mencoba untuk mimpi-mimpi itu menjadi nyata dan saya konkrit kan untuk menjadi sebuah bentuk, dari pada hanya tinggal mimpi atau hayalan belaka.

Nampak Dokumentasi foto saat penyerahan Bibit Nilam kepada masyarakat kabupaten Tambrauw.

Dia adalah Ketua Tim Pemekaran Kabupaten Tambrauw, Barnabas Sedik. Dalam bincang-bincangnya secara eksklusif dengan Honaipapua.com disalah satu Cafe di Kota Sorong belum lama ini, Barnabas Sedik mengatakan, ketika dirinya masuk perkuliahan S2 Filsafat Teologi di Jayapura jurusan Filsafat Politik dan Ekonomi. ” Semasa kuliah selama 4 semester itu saya habiskan waktu untuk membaca, membaca dan membaca khususnya untuk menekuni jurusan Filsafat Politik dan Ekonomi, ” beber Barnabas Sedik.

Kemudian dirinya menemukan petunjuk yang dianggap praktis baginya untuk diikuti. Dan ketika dirinya membaca bukunya mantan Presiden Uni Soviet Mikhail Sergeyevich Gorbachev terbitkan buku yang pertama berjudul Perestroika dan buku yang kedua berjudul Glasnost. ” Saya baca buku tersebut terus-menerus sehingga membuat Ilham bagi saya bagaimana mengetahui seorang Gorbachev memimpin suatu rezim komunis menjadi suatu negara seperti yang sekarang kita ketahui bersama bernama Negara Rusia, ” tuturnya.

Setelah pahami masa kepemimpinan kisah seorang mantan Presiden Rusia Mikhail Gorbachev, saya mencoba membawa pikiran ini kira-kira bagaimana bentuknya, akhirnya ketika selesai pendidikan Pascasarjana S2 selesai. Kemudian saya bekerja di sebuah lembaga sosial Gereja di Manokwari-Sorong-Fak-fak. Dan selama bekerja selama 5 tahun kurang lebihnya berjalan, sepertinya tidak ada tempat untuk bisa mengubah segala sesuatu di tanah Papua khususnya di daerah kampung halaman saya di kabupaten Tambrauw yang pada saat itu belum dibentuk dan juga belum ada nama, akan tetapi masyarakat saya, keluarga dan suku saya mereka hidup berdampingan di antara suku Moi di Sorong dan suku Arfak di Manokwari yang akhirnya saya memilih jalan yang dilakukan oleh seorang Mikhail Gorbachev, bahwasanya saya harus masuk di dunia politik.

Dan menjadi anggota DPRD kabupaten Manokwari pada saat jaman itu Reformasi tahun 1999-2024 saya duduk sebagai anggota dewan saya pelajari dimana posisi waktu itu posisi Irian Jaya Barat sampai tahun 2004-2009 dan masuk tahun 2009-2014 menjadi anggota dewan di tingkat provinsi mungkin ada sesuatu yang bisa kita berbuat lebih banyak, tapi ternyata di lembaga politik tersebut, waktu itu kita hanya ribut tentang instrumen-instrumen yang tidak membawa keselamatan bagi masyarakat sebenarnya.

Kemudian terlintas dalam benak saya, kira-kira apa yang harus saya pilih, saya pindah kemana, pilihan nya mau pindah ke Eksekutif atau Yudikatif. Untuk Yudikatif tidak mungkin sebab usianya saya tidak memenuhi syarat lagi, sehingga untuk Eksekutif, sambil membaca peluang dan tantangan kedepan untuk Eksekutif. Saya saat itu lewati hari demi hari tahun berganti tahun saya mengamati dan saya pelajari adalah para pemimpin-pemimpin Papua Otonomi Khusus jilid pertama yang berada di provinsi Papua dan sekian kota dan kabupaten di tanah Papua itu semua pemimpin adalah orang asli Papua yang kenyataan adalah semua buka tangan minta dari Jakarta.

Dan ketika lebih jeli lagi saya amati tidak ada satupun pemimpin orang Papua yang bisa mengubah atau mengelolah potensi di daerahnya masing-masing di tanah Papua, misalnya seorang Bupati dan seorang Gubernur bagaimana caranya agar bisa mensejahterakan masyarakat orang Papua, tetapi nyatanya mereka semua membuka tangan meminta kepada pemerintah di Jakarta.

” Mereka hanya ribut dengan angka-angka saja yaitu APBD dan APBN tanpa melihat kehidupan sehari-hari masyarakat yang berada dibawah tetap menderita diatas tanah mereka yang mengandung hasil yang kaya. Namun dengan telah terciptanya sebuah regulasi Otsus yang masyarakat Papua telah mengetahui hal tersebut sehingga mereka meminta kepada para pemimpin mereka bahwa mana hak kami dan mana jatah kami, namun dengan seiring waktu berjalan pihak pemerintah pusat Jakarta terus pada bertadangan masuk ke Papua menggali potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat Papua dan hasilnya dibawa ke Jakarta.

Jadi menurut saya, kala itu hingga sekarang belum ada seorang pemimpin yang mampu membuat Perdasi dan Perdasus, para elit politik Papua semuanya ‘kalang kabut’ tidak bisa berbuat apa-apa sehingga selama 15 tahun di lembaga legislatif saya mengamati, dalam benak saya berpikir begini, ” oh ternyata di lembaga legislatif bukan sebuah jalan untuk mengubah segala sesuatu tetapi eksekutif bisa mengubah segala sesuatu. Sehingga saya membuat testimoni untuk menunggu waktu yang tepat dan saya akan masuk di moment yang tepat pula menjadi seorang eksekutor di legislatif untuk mencapai tujuan mensejahterakan masyarakat.

” Dulu saya menjadi penonton, jadi masyarakat, mengeluh dan berteriak kemudian saya mengambil bagian dari pemerintahan juga sebagai anggota dewan yang juga bagian dari pemerintahan dan ternyata juga tidak bisa berbuat banyak. Seiring waktu berjalan, saya menyiapkan diri bersama teman-teman kami membentuk tim untuk memekarkan kabupaten Tambrauw, dari tahun 2004-2008 akhirnya terbentuklah kabupaten Tambrauw dan tahun 2014 kabupaten Tambrauw memiliki undang-undang yang representatif dan permanen dengan melalui proses perjuangan di Mahkamah Konstitusi dimana bertindak sebagai ketua Tim Pemekaran Kabupaten Tambrauw adalah saya sendiri.

Setelah lahirnya kabupaten Tambrauw, saya membuat terobosan lagi dengan membuat Pemilu para kepala suku, dimana di kabupaten tambrauw Itu terdapat 4 suku besar, yaitu, Suku Abun, Suku Miyah, Suku Ireres, dan Suku Mpur dan di antara para kepala suku yang ada, saya juga dilantik sebagai kepala suku Miyah di kabupaten Tambrauw saat itu.

Dan pasca dilantik menjadi kepala suku, saya pribadi sampaikan pemahaman kepada masyarakat tentang pembangunan infrastruktur dasar berkelanjutan di lintas provinsi dan lintas kabupaten.

” Saya sempat bilang ke masyarakat bahwa nanti pada saat pembuatan jalan selesai dan segala macam kendaraan bisa lewat, otomatis mereka bawa uang didalam mobil, jadi kalau masyarakat adat bisa tanam tanaman makanan disepanjang kampung yang mereka lewati otomatis mereka bisa berhenti sejenak berisitirahat membeli dan makan, artinya saya ajarkan kepada masyarakat bahwa tanah tidak boleh dijual melainkan di olah menjadi sumber penghasilan ekonomi kehidupan sehari-hari, seperti misalnya, di sewakan atau di kontrakan saja, apalagi diserahkan kepada perusahaan besar yang hanya mengeruk hasil kekayaan alam saja.

Saya sampaikan ke masyarakat bahwa jangan dulu berikan tanah kepada pihak perusahaan untuk di olah, karena belum waktunya. Saya ajarkan kepada masyarakat bahwa masyarakat cukup mengolah yang diatas permukaan tanah saja yang kelihatan secara kasat mata, jangan dulu olah yang dibagian dalam tanah.

Jadi beberapa instrumen masyarakat adat telah saya ajarkan kepada masyarakat selesai. Nah, memasuki tahun 2019-2024 saya maju sebagai anggota dewan lagi, sudah tidak memakai jalur partai politik PDIP Perjuangan tetapi memakai jalur Otonomi Khusus (Otsus) itu berjumlah 11 orang.

Setelah duduk, saya mencoba untuk membuktikan testimoni saya, apakah bisa menolong masyarakat. Kemudian tahun 2021-2022 saat itu DPRD menerima yang namanya dana aspirasi untuk disalurkan kepada masyarakat, dimana yang saya lakukan saat itu adalah membagi tanaman bibit Nilam kepada masyarakat bagaimana cara membudidayakan dari kampung ke kampung dan dari kecamatan ke kecamatan yang berada di kabupaten Tambrauw.

Setelah itu waktunya panen tiba, lagi melalui dana aspirasi saya datangkan peralatan untuk memanen hasilnya dengan cara memasak minyaknya, seperti orang masak minuman lokal (Milo) dengan harga peralatan panen itu seharga Rp.75 juta, tidak termasuk Ongkos kirim sampai ditempat kabupaten Tambrauw, yang mana sampai dengan saat ini, sudah ada 15 peralatan yang telah saya belanjakan dan bagi ke kecamatan-kecamatan.

Singkat cerita, pada musim Covid berapa tahun yang lalu itu, karena masyarakat mengeluh susah perputaran ekonomi, saya datang ke Distrik Sausapor membeli hasil panen minyak Nilam milik masyarakat seharga Rp.500 juta. Artinya bahwa disaat masyarakat sulit untuk melakukan perputaran ekonomi, saya mampu untuk menerobos membantu masyarakat dalam situasi seperti itu.

Diketahui bahwa penduduk masyarakat kabupaten Tambrauw rata-rata sebagai petani di darat murni dari karakter Nenek Moyang sudah sebagai petani sehingga hal ini yang sudah saya kembangkan kepada masyarakat demi kelangsungan hidup sehari-hari.

Sehingga menurut saya, situasi ini harus dirubah dan itu belajar dari seorang Mikhail Gorbachev telah buktikan dengan mengubah peraturan-peraturan dan mengubah sebuah sistem yang dimulai dari tingkat kabupaten dia membuat undang-undang Desa, undang-(pixundang kabupaten, kota madya dan provinsi lalu kemudian dia membuat undang-undang untuk menurunkan rezim komunis Uni Soviet menjadi suatu negara Rusia.

Kesimpulan dari pengalaman yang sudah saya alami selama puluhan tahun yang lalu, bagaimana caranya untuk dapat mensejahterakan kehidupan masyarakat dan meningkatkan pembangunan yang lebih menyentuh masyarakat, saya berpikir pada Pilkada serentak yang akan digelar pada November 2024 mendatang ini, dengan keyakinan percaya diri yang matang dan dengan tekad yang bulat tulus ikhlas ingin berbuat banyak kepada masyarakat, maka saya akan mencalonkan diri sebagai Calon Bupati Kabupaten Tambrauw periode 2024-2029. (pic)

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Ke atas