SORONG,Honaipapua.com, -Penanganan perkara yang melibatkan A (59) kembali menjadi sorotan. Bukan karena adanya perkembangan penyidikan, melainkan munculnya dugaan bahwa ada pihak tertentu yang diduga “bermain” di balik kasus tersebut. Informasi yang beredar di tengah masyarakat menyebutkan, salah satu pihak yang mengaku mengurus anak korban diduga pernah meminta uang dalam jumlah fantastis, mencapai Rp1 miliar hingga Rp.2 miliar kepada A (59).
Kuasa hukum A (59), Jerrol Kastanya, S.H., menilai informasi tersebut membuka tabir baru mengenai motif sebenarnya di balik pelaporan kasus tersebut.
“Jika benar ada permintaan dana sebesar itu, wajar jika masyarakat mempertanyakan: apakah kasus ini murni penegakan hukum, atau ada kepentingan lain yang sedang didorong?” ujar Jerrol.
Dokumen Perdamaian dan Perjanjian Notaris Tidak Pernah Diungkap Penyidik
Kecurigaan kuasa hukum semakin menguat setelah sejumlah dokumen sah keluarga disebut tidak pernah disampaikan dalam narasi resmi penyidik Polresta Sorong, Unit PPA.
Jerrol mengungkapkan adanya Perjanjian Perdamaian bertanggal 22 Agustus 2025, ditandatangani ibu kandung korban dan A (59), serta disaksikan oleh istri A (59). Dalam dokumen itu disebutkan bahwa persoalan keluarga telah diselesaikan secara damai dan anak telah dipulangkan tanpa konflik.
Namun, menurutnya, dokumen tersebut tidak pernah disampaikan atau dijadikan pertimbangan oleh penyidik.
Selain itu, terdapat pula Perjanjian Kawin Notaris tahun 2024 yang mengatur dinamika internal rumah tangga, termasuk soal perilaku, keuangan, hingga pengasuhan anak. Dokumen ini menunjukkan bahwa persoalan keluarga telah lama ditata melalui jalur hukum sebelum adanya laporan dari pihak luar.
“Fakta-fakta sah ini tidak pernah dibuka oleh penyidik. Padahal dokumen ini menunjukkan bahwa permasalahan keluarga sudah diselesaikan jauh sebelum kasus ini dilaporkan pihak lain,” jelas Jerrol.
Penyidikan Dinilai Berjalan Tidak Konsisten
Kuasa hukum juga menyoroti sejumlah hal yang dinilai janggal dalam proses penyidikan:
Locus kejadian dilaporkan berubah-ubah.
Dokumen-dokumen sah keluarga tidak pernah dipublikasikan atau dijadikan bagian dari narasi resmi penyidik.
Keterangan pihak luar lebih dominan digunakan, meski pihak tersebut bukan keluarga inti dan tidak menyaksikan langsung kejadian.
Menurut Jerrol, kondisi ini menimbulkan dugaan bahwa ada pihak-pihak yang ingin menghidupkan kasus tersebut demi kepentingan tertentu.
Disinyalir Ada Pola “Character Assassination”
Kuasa hukum menyebut, cara penanganan perkara ini mulai mengarah pada pola pembunuhan karakter (character assassination). Persoalan privat rumah tangga yang telah selesai secara damai justru kembali diangkat menjadi kasus besar, diduga karena adanya aktor-aktor tertentu yang ingin memetik keuntungan finansial maupun sosial.
Kecurigaan masyarakat semakin menguat setelah isu permintaan dana miliaran rupiah mencuat, dan di saat bersamaan penyidikan justru semakin intensif.
“Jika informasi itu benar, bukan tidak mungkin kasus ini dipakai sebagai alat tekanan, balas dendam, atau untuk menjaga kepentingan pihak tertentu,” kata Jerrol.
Ibu Kandung Korban Minta Kasus Dicabut, Dinas PPA Menolak
Jerrol juga mengungkap bahwa ibu kandung korban, didampingi kuasa hukumnya, telah mendatangi Dinas PPA Kota Sorong untuk meminta agar persoalan tersebut dicabut dan tidak dilanjutkan, karena dianggap sebagai aib keluarga. Namun, Dinas PPA disebut tidak menyetujui permintaan tersebut.
Kuasa Hukum Minta Kapolda PB Daya Turun Tangan
Melihat banyaknya kejanggalan, Jerrol berharap Kapolda Papua Barat Daya turun langsung melakukan pemeriksaan terhadap proses penyidikan.
“Persoalan keluarga yang sudah diselesaikan secara damai bahkan diperkuat akta notaris, tidak layak dijadikan panggung permainan pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan,” tegasnya.
“Ini sudah bukan perkara keluarga lagi. Ini sudah masuk ranah dugaan permainan. Dan publik berhak tahu siapa yang sebenarnya mengendalikan cerita ini.”
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Polresta Sorong belum memberikan penjelasan resmi terkait pernyataan kuasa hukum maupun isu permintaan dana yang beredar di masyarakat. (***)
