Dewan Adat Moi Maya: Kami Tidak Gila untuk Palang-Memalang, Tapi Menegakkan Kebenaran

Bagikan berita ini

Sorong,Honaipapua.com, -Dewan Adat Suku Moi Maya Kabupaten Sorong menegaskan bahwa aksi pemalangan yang dilakukan di areal Balai Penegakan Hukum (Gakkum) bukan karena tindakan emosional, tetapi sebagai bentuk penegakan kebenaran adat dan keadilan bagi masyarakat adat.

Kepala Distrik Salawati Selatan yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Adat Suku Moi Maya mengatakan, pihaknya telah memberikan kesempatan kepada pihak Gakkum untuk menanggapi peringatan yang disampaikan melalui pemasangan ikat kain merah adat.

“Kami beri waktu sejak pemasangan kain merah itu sebagai tanda peringatan untuk Gakkum. Hari Jumat (31/10/2025), kami tunggu sampai pukul 20.30 WIT malam, tapi tidak ada satu pun dari pihak Gakkum yang datang untuk bertanya. Karena itu, kami lakukan pemasangan kain merah adat sebagai simbol bahwa kami kecewa,” ujarnya.

Ia menegaskan, Dewan Adat Moi Maya tidak akan membuka palang sebelum Presiden Prabowo Subianto turun langsung ke Sorong untuk mendengar aspirasi masyarakat adat.

“Kami minta Presiden datang baru kami buka palang. Ke depan, saya akan membawa massa dan para pemilik hak ulayat yang lahannya dirusak akibat pembabatan kayu ilegal. Kayu sudah ditebang tapi tidak diambil, negara rugi, masyarakat juga rugi,” tambahnya.

Masyarakat adat Salawati Selatan, kata dia, sudah lelah dengan praktik hukum yang dianggap dipelintir oleh oknum-oknum di Gakkum yang memiliki kepentingan tertentu.

“Mereka menuduh kayu dari kawasan konservasi, tapi tidak bisa buktikan. Justru akibat tindakan mereka, terjadi perusakan hutan dan kerugian negara. Ada dokumen SKSKB yang sah, itu sudah bukti pelunasan kewajiban kepada negara. Tapi Gakkum hanya ingin tunjuk bahwa mereka kerja, padahal menutupi hal lain,” tegasnya.

Untuk itu, pihaknya meminta Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup agar segera memeriksa oknum-oknum Gakkum yang diduga terlibat dalam rekayasa kasus ini agar persoalan menjadi terang dan jelas.

Selain itu, Dewan Adat Moi Maya juga mendesak agar tiga kontainer kayu yang saat ini berada di pelabuhan dikembalikan kepada masyarakat adat, serta menuntut agar Felix Wiliyanto dibebaskan karena dinilai membantu masyarakat dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan di kampung.

“Kami juga menuntut denda adat sebesar Rp 10 miliar atas kerusakan hutan. Ini bukan sekadar uang, tapi bentuk penghormatan terhadap hukum adat dan Tuhan. Kami hidup dari hutan, jadi hutan harus dijaga,” tegasnya.

Pihak Dewan Adat berharap Presiden Prabowo Subianto dapat mendengar suara rakyat adat Moi Maya dan turun tangan untuk menyelesaikan persoalan ini dengan adil. (pic)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Ke atas